Bukan krisis moneter 98
Ini melibatkan dua orang insan
Dua dekade lebih membangun bahtera
Seatap tak menyapa, sekamar tak mencinta
Tersenyum dusta di depan darah dagingnya
Namun buah cinta mereka itu sudah dewasa
Mafhum mana haq mana bathil
Bukan lagi yang dibodohi semasa kecil
Dia menangis, jam tiga
Meminta Tuhan mengakhiri semua
Krisis itu datang dan pergi
Tak tahu waktu takkan pernah pula dinanti
Rumahku nerakaku, pergiku surgaku
Tak elok pula jika berhari hari bertamu
Meminta tempat peraduan dan makanan
Ketika pakaian telah lusuh dan hati kusut nian
Mulai kusimak perlahan hidupku
Dari belakang saat aku masih disusu
Indah dan hangat pelukan bunda
Ayahanda pulang senja lalu dikecup pipinya
Aku tumbuh dalam kebahagiaan
Aku bermetamorfosa dalam kecintaan
Berkegiatan sesuai sukaku dan bakatku
Ayahbunda selalu tau sejauh mana aku mampu
Semakin tinggi pohon semakin kencang angin bertiup
Terus kukonsumsi asam garam hidup
Tak ada lagi aku yang sepolos kapas
Pemberontakan batin itu ada mengiringi nafas
Tak kulihat lagi ayah dikecup bunda
Tak kulihat lagi makanan di atas meja
Namun aku tetap disangunya
Kupendam pertanyaan dari mana pundi-pundi itu datangnya
Tak kulihat lagi ayah keluar rumah
Semakin sering kulihat ayah marah
Tak kulihat lagi bawang yang diiris lalu ditumis
Semakin sering kulihat bunda menangis
Bunda kerap melirik posel ayah
Penasaran apa yang dijamah
Ayah kerap marah pada bunda
"Bunda ini ingin tau saja!"
Lupakah mereka akan janji sehidup semati
Yang diucapkan disaksikan wali
Lupakah mereka untuk saling mengasihi
Yang diucapkan didepan para saksi
Akhirnya, tak pernah kulihat ayahbunda makan bersama
Meja saji kosong, tak kuhiraukan perut ini perihnya
Kubobol tabunganku tiga tahun lalu
Tak kupedulikan spesifikasi laptop model terbaru
Jika rumahmu nerakamu
Kemana lagi kamu akan mengadu?
Jika hidupmu nerakamu
Siapkah kau beratapkan batu?
0 komentar:
Post a Comment