Saturday, October 26, 2019

(Jurusan) Ilmu Sejarah 101

    Udah semester tiga mau semester empat aja rasanya, perasaan baru kemaren nyesel nembak Hubungan Internasional nggak diterima terus, awokwaokwok. Gimana ya, sebenernya akutu bingung mau mulai darimana, intinya postingan ini mau menjelaskan tentang 5W1H nya berada di jurusan (ilmu) sejarah, terutama aku yang di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Dan aku nggak sugarcoating juga nanti, kalo emang susah ya aku bilang susah, kalo kayak vlogger gitu ya---review zuzur---, tahu kalik zuzur (tahu susur, cuk).
Pertama dan utama banget adalah ketika kamu ditanya
"Kuliah dimana?"
"UNY"
"Jurusan?"
"Sejarah"
"Wah mau jadi guru sejarah ya"
----mau jawab selanjutnya tuh gampang
"Enggak, oh, ambil yang ilmu, bukan pendidikan"
"Oh beda ya?"
"Beda"
"Bedanya?"
"Kalo pendidikan ya terfokuskan jadi guru, jadi ada statistika, psikologi pendidikan, gitu. Kalo ilmu ya murni, dan lebih mendalam aja bahasannya"
"Terus nanti mau jadi apa?"
Dari sini kamu bisa jawab dari pengganti arca Roro Jonggrang sampe Presiden.
Aku udah pada tahap males menjelaskan yang "oh enggak, ambil ilmu, bukan pendidikan" sampe kebawah, jadi biasanya aku iyain aja. Dan bab mau jadi apa, aku masih percaya aku bisa ambil jadi dubes Indonesia untuk Inggris.
Jurusan ini emang nggak populer di UNY. Maksudku nggak populer adalah nggak masuk top 10 jurusan yang tinggi peminat, menurutku juga keketatannya nggak ketat banget, ya karena jarang minat itu. Seangkatan anaknya 70-80 orang yang dibagi jadi dua kelas. Tapi di ranah akademis sendiri, keberadaan "ilmu sejarah" udah cukup familiar, UGM udah tau, UIN udah tau, UNS kenal banget malah, sampe UNUD pun udah tau. Secara akademis pula, jurusan murni ini terakreditasi A, jika dibandingkan dengan ilmu komunikasi dan ilmu administrasi publik, yang malah dua duanya lebih diminati, mereka masih B proses ke A.
Kita belajar apa aja sih disini? Kita belajar sejarah.
Iyalah masa belajar akuntansi.
Sejarah di UNY ini ranahnya sejarah budaya, aku di semester 3 ini makulnya berasa pindah antropologi njir, seriusan. Ada teori budaya, manusia dan kebudayaan, kalo bawaan dari semester lalu lalu ya sejarah kebudayaan Indonesia, kali ini yang kolonial dan modern. Tapi jangan kuatir, ada peminatan sejarah regional (asia, amerika, eropa, middle east, australia-oceania), sejarah militer, sejarah politik dan HI juga. Satu lagi, gatau sih di sejarah universitas lain ada enggak, tapi kita dapet bahasa Belanda, dan itu dari semester 1. Fungsinya apa? Jelas buat baca sumber primer, sejarah Indonesia masih banyak yang ditulis sama kolonial, ya yang paling lama Belanda, jadi bahasanya bahasa Belanda dong. Sayangnya nggak diimbangi juga sama bahasa Inggris tiap semester, dulu aku cuma dapet di semester 1. Menurutku bahasa Inggris matters the most juga, buku-buku sejarah Indonesia juga banyak diterjemahkannya ke bahasa Inggris gitu. Apalagi kalo bahasa lama, BELOM BRITISH ENGLISH, tolonglah. Butuh banget ini sebenernya bahasa Inggris---yang untuk memahami bahasa akademik.
Terus, harus gimana sih kalo mau masuk sejarah? Apa aja yang harus disiapin? Welp, pertama dan yang paling utama adalah, kamu harus suka dulu baca buku. Kita bakalan menjelajah banyak buku disini, jadi kamu nggak bakalan tengsin kalo nanti dosen jelasin terus tau-tau, bilang, "ini utamanya kalian pake bukunya Sartono, ya" mampus kan, bukunya Sartono Kartodirjo banyak, yang mana, nah ini harus dibiasain. Pengetahuan kamu tentang penulis/sejarawan dan karyanya ini akan sangat membantu kamu buat seleksi dalam bikin tugas. Misal, ada tugas essay tentang sistem sosial Indonesia dari zaman Belanda ke Jepang. Dengan pengetahuan kamu mengenai buku/penulis/sejarawan ini, kamu udah bisa mikir, "oh, berarti aku bisa ambil SNI (Sejarah Nasional Indonesia) nya Marwanti Djoenoed, SKI Mukhlis Paeni yang Sistem Sosial, sama mungkin Indonesia dalam Arus Sejarah, alternatifnya Sejarah Indonesia Modern. Tapi jangan Nusantara-nya Vlekke, dikit doang". Memang ini perlu penyesuaian dan belajar lagi, akupun gitu. Aku mah anaknya suka baca iya, tapi kan novel, sejarah mah ya paling yang aku suka aja, kayak sejarah Eropa, belajar presiden-presiden Amerika dan masalahnya.
Kamu juga nggak bisa jadi deadliner disini, bakalan kacau bener. Terutama kalo kamu anak organisasi, harus selektif kalo kamu mau/sudah masuk ke jurusan sejarah. Manajemen waktu dan bikin skala prioritas penting banget. Aku untuk bulan ini dan sampe Januari banyak banget acara, aku ikut dua kepanitiaan volunteer BEM, peformer di seminar nasional hima jurusan, mau pentas ukm sekaligus pendaftaran warga baru ukm aku juga jadi panitia, belum Desember aku KKL, buset, kayak nggak ada celah buat nafas gitu keliatannya. Keliatannya tapi, aslinya.....ya nggak nafas juga kok.
Engga deng, ada. Buktinya aku sempet ngeblog, sempet dengerin musik, rebahan, sampe sempet nonton konser dan surprise-in ulangtahun temen. Manajemen waktu dan skala prioritas aja.
Masuk ke pembahasanku yang subjektif. Menurutku jadi mahasiswa sejarah itu kompleks banget pemikirannya, selain ngerti peristiwa masalalu dan line-up-nya, mahasiswa sejarah secara sinkronis juga harus tau kondisi suatu hal pada satu masa tertentu, in order to give the argument. Paham nggak? Jadi kayak, buat menjelaskan satu peristiwa sejarah itu nggak cuma, "proklamasi, 17 agustus 45 oleh Soekarno dan Hatta" tapi juga bagaimana reaksi masyarakat, reaksi Jepang, reaksi Belanda, bagaimana pergerakan masyarakat merayakan kemerdekaan, apakah mereka bahagia atau masih---setengah bahagia karena on the other side, 'enak diurusin penjajah' soalnya secara finansial udh mapan (ini buat pns pns jaman dulu maksudnya, yang bekerja bersama Belanda ataupun Jepang). Kita dipaksa (in both good and bad way) untuk kritis.
Masalahnya adalah ketika kita dihadapkan pada, "emang dulu kayak gitu po?", "nggak selamanya Belanda massacre kalik, Indonesians juga massacre rakyat sendiri pernah", "agresi militer 1 itu dalangnya Sultan IX in order to save Jogja soalnya pada saat itu petinggi negara lagi di Jogja", fakta-fakta dua sisi ini emang perlu kita ketahui. Kita nggak boleh terjebak argumentasi salah satu sisi bias, dan nanggepin ekstrimis macam itu. Dan perlu diketahui memang fakta-fakta sejarah kelam Indonesia banyak yang masih ditutupi, karena apa? Karena Indonesia ini masih sebiji jagung usianya, untuk menjaga stabilitas, maka arsip-arsip nggak semuanya dibuka. Menghindari multitafsir juga kalo dibaca oleh orang bukan dari lulusan sejarah. Tapi ya enggak apa apa, disini justru kalian bakalan belajar banyak ideologi dan mencoba melihat dari kacamata ideologi-ideologi tersebut.
Jadi mahasiswa sejarah buat aku justru bisa belajar ilmu ilmu lain dalam ranah sosial ya yang jelas. Ranah saintek juga bisa sih, kemaren nggarap tugas kelompok sejarah kebudayaan Indonesia bab arsitektur, aku harus ke rak buku teknik sipil dan arsitek. Tugas semester pendek dulu juga aku main ke rak buku seni pertunjukkan dan seni musik. Aku sampe ke UIN juga buat cari buku perkembangan Islam, di rak buku sejarah Islam-nya sana, masalah tarekat aku juga ke rak bulu aqidah. Asik banget aku bisa belajar yang lain. Pernah malah aku bikin pusing pegawai perpustakaan pusat kampus, baru dua minggu lalu. Ceritanya aku pinjem: 2 buku arsitektur, 1 buku bahasa belanda, 1 buku pengantar antropologi.
"Mbak e jurusan apa e mbak?"
"Ilmu sejarah, pak"
"LHO, kok sampe ada buku arsitektur?"
"Hehe, iya lagi belajar tentang arsitektur emang, pak"
"Welah, katanya sejarah?"
"Iya, makulnya sejarah kebudayaan Indonesia, subab arsitektur, ya perubahan arsitekur aja, sih, pak. Dari zaman dulu khasnya apa, terus ada koloni, terus udah merdeka"
"Oalah mbak, itu terus bahasa belanda? Makul juga?"
"Iya makul, pak, mau UTS hehehe"
Dasarnya aku aja suka ngeprank orang, jadi orang bingung tu aku seneng.
Pikirin juga kamu mau fokus ke sejarah apa dan dimana. Kalo aku fokus sejarah kebudayaan dan kesenian di Indonesia, terutama folklore sih. Aku suka banget folklore, dan karena anaknya dulu geografi banget ya, jadi aku suka kaitkan dengan lingkungan. Kayak yang populer deh di kotaku, Jogja, folklore Ratu Kidul dengan potensi tsunami besar di pantai selatan Jogja. Dikaitkan juga dengan Mataram yang sekarang jadi Kraton. Terus alasan Belanda bikin rel kereta api yang terbentangnya ke timur-barat buat 'memutus' garis imajiner masyarakat Indonesia dari Merapi-Tugu-Kraton-Kandang Menjangan-Parangtritis. Gitusih, intinya, setiap folklore di seluruh Indonesia pasti menjelaskan tentang lingkungan asal mereka, juga didalamnya ada local genius, petuah petuah untuk selalu berbuat baik, menjaga alam dan mencintai sesama, kayak quotes favoritku: memayu hayuning bawana.
Karena gini, gampangnya, awamnya
Pendidikan sejarah jadi guru
Administrasi publik jadi pekerja di dinas
Ilmu komunikasi jadi pembuat konten
Teknologi pendidikan jadi menteri pendidikan
Sejarah, sejarawan, gunanya bagi masyarakat apa?
Buat aku fungsi sejarah bagi masyarakat itu buat tau asal usul mereka, di tanah yang menjadi rumah mereka itu dulunya terjadi apa, agar masyarakat itu bisa lebih ngerumat lah, ngerumat apa yang dulu ada di wilayah mereka. Dan balik lagi ke minatku di folklore dan aku cocoklogikan dengan geografi, sejarah, tata kota. Pertama: geografi, kesadaran masyarakat Indonesia mengenai bencana itu.......ada, tapi minim. Aku mau, masyarakat Indonesia ini bisa hidup berdampingan dengan lingkungannya yang punya potensi bencana, dengan apa? Dengan local wisdom yang ada di wilayahnya, karena yang pas itu. Gabisa dong local wisdom Gunung Kidul taroh di Kota Jogja, secara bentanglahan aja beda, morfologisnya beda. Darimana dapet local wisdom itu? Dari sumber lisan, gampangannya ya dari folklore: cerita yang beredar di masyarakat. Kedua: sejarah, ya jelas, aku backgroundnya sejarah, it's where I'm good at gitu. Ketiga: tata kota. Pembangunan di Indonesia, di Jawa khususnya, itu agak....kacau, ya? Jadi akutu pengen masyarakat tau tata kota sistemnya kayak gimana, masa tradisional dulu gimana, kenapa di istana selalu ada alun-alun, masjid dan pasar. Kenapa Belanda suka bangun benteng, kenapa bangunan Belanda bentuknya spesifik seperti itu (putih, tinggi, ventilasi gede, fungsinya apa. Biar nggak asal gitu biar kalo mau bangun infrastruktur, untuk pemerintah, swasta dan masyarakat sendiri, gitu. Biar sesuai dengan lingkungan.....tukan, nyambungnya geografi lagi, emang, akutu, enggak bisa bohong. KENAPA SIH GEOGRAFI UGM ITU SAINTEK, DI TEMPAT LAIN SOSHUM LOH.
Jadi gitu, pandangan objektif dan subjektif aku mengenai jurusan ilmu sejarah terutama di kampusku, UNY.
Good luck kepada calon mahasiswa baru, lulusan-lulusan 2020. Nggak ada yang namanya salah jurusan, kan yang milih kamu juga, pilihannya dua: either kamu coba lagi tahun depan, atau, jalanin aja siapatau ada bakat bakat tersembunyi.

0 komentar:

Post a Comment

people who read my blog

search here?

Amaranggana Ratih Mradipta. Powered by Blogger.