Planners maksudnya adalah orang orang yang terlalu suka/sering membuat planning untuk hidupnya (re: ambisius), sehingga ia tidak mampu menikmati hidupnya karena dia selalu terikat dengan rencana rencana kehidupan yang membutakannya dari arti kehidupan itu sendiri.
I am one of them, aku adalah tipe orang yang sangat terikat dengan goals yang sudah aku catat. Ditambah aku ini orangnya perfeksionis, wheter it's my strenght or my weakness. Jadi plans apapun yang aku tulis harus terjadi sesempurna yang aku tulis. Ini menjadi kelemahan karena I tend to push myself too hard, way even harder than my parents ever told me to be something. Sebenernya orangtuaku nggak pernah sama sekali nyuruh aku untuk sekolah dimana atau ngambil minat/jurusan apa sejak aku TK, akunya aja yang terlalu ingin 'berhasil' membuahkan sesuatu.
I mean, everyone has their goals and targets, kita semua pingin sukses dan pingin membanggakan orang yang kita sayangi of course. Semua orang pingin berhasil udah pasti. Tapi ada sebagian orang yang (mungkin) dia kurang bersyukur dan terus terusan mendorong dirinya sendiri sampai ke titik lelahnya karena dia menganggap pencapaiannya itu belum seberapa. Aku benar sudah mencapai titik ini.
Aku sadar aku sudah sampe titik ini ketika aku lagi melamun di depan jendela kamar, duduk di kursi meja belajar. Waktu TK aku sudah disayang sama guru karena 'bakatku' yang pede, aku jadi mayoret marching band TK dan berhasil jadi juara I waktu itu. Aku juga ikut paduan suara dan jadi dirigen (padahal sekarang suaraku jauh dari kata bagus). Waktu SD semakin luas duniaku, aku ikut olimpiade sains kuark dan bisa sampe provinsi, aku jadi anggota PKS (pasukan keamanan sekolah), main pianika di marching band sekolah, dikenal dan disayang guru-guru, tampil menari di acara sekolah, membawakan drama bahasa inggris di perpisahan kakak kelas dan membacakan pidato bahasa inggris waktu kelulusanku. Waktu SMP semuanya berubah, latar belakang teman temanku bikin aku kaget dan agak susah beradaptasi. Tapi aku juga selalu berprestasi, aku selalu 10 besar, aku jadi ketua II OSIS, aku jadi Duta Pelajar Anti Napza 2013, dan pencapaian terbesarku adalah membawa nama SMPku yang sebelumnya belum pernah ikut JRBL jadi ikut JRBL dan belum ada yang berhasil lagi setelahku. Benar aku dikenal dan disayang guru, sampai detik ini pun aku masih dikenal oleh guru-guru SMP, tapi kegagalanku bermula, output dari belajarku di kelas IX tidak membuahkan hasil yang baik, aku down karena terlalu mementingkan orang lain dan membawa nama baik sekitarku.
Di SMA ini aku berharap menemukan kembali harapanku untuk maju, dan memang akhirnya aku menemukannya. Namun semuanya kembali lagi seperti dulu dimana aku sibuk dengan segala hal. Lomba pidato/debate, lomba tonti, olimpiade geografi, OSN tingkat provinsi, dan saat ini, orkes biola untuk PENDIS EXPO yang rencananya akan diadakan pada akhir bulan November. Sedangkan UN dikabarkan akan diadakan Februari, entah apa yang sedang aku pikirkan untuk mengambil keputusan itu, karena sesungguhnya aku ini DIPILIH dan TERPILIH, bukan MEMILIH.
Banyak orang lalu memujiku, "beruntung banget lo, tih, kamu bisa sampe sana" , "bahasa inggrismu bagus banget" , "gila, kamu belajar biola dari nol dan sekarang kamu udah bisa main selihai ini?" , "kamu bisa instrumen banyak loh, les dimana?" , "wah kamu pinter banget geografinya, gampang ngehafal ya?" , "kok bisa sih kamu ngafalin segitu banyaknya" , "udah to kamu tuh nggak perlu nangis soal cowok, kamu udah sempurna nantinya akan diperebutkan sama cowok" , "bisa masak, multitalent, pinter, kamu kurang apa coba" , "pasti Ozi beruntung banget punya pacar kayak kamu". You don't know the story behind my greatest achievement.
Aku sering di-judge sok inggris waktu pertama kali belajar bahasa inggris dan berusaha mengaplikasikannya. Aku nggak tidur 2-3 malam buat ngerangkum dan melahap semua materi geografi menjelang OLGENAS atau OSN kemaren. Aku nggak tidur lagi 2-3 malam buat ngejer materi dan ngerangkum buat UTS pasca OSN Kota. Aku banyak mengorbankan weekendku buat kegiatan sekolah dan jadi jarang sama orangtua. Maag dan darah rendahku sering kambuh seiring aku yang jarang tidur dan jarang makan. Aku berantem sama Ozi karena dia nyuruh aku istirahat tapi aku nggak mau karena terlalu banyak kerjaan yang harus aku selesaiin dalam waktu dekat, dia mengkhawatirkanku, sama seperti bunda mengkhawatirkanku walau nggak pernah dibilangin. Aku belajar alat musik, belajar masak, belajar editing video/musik semua sendiri, aku nggak pernah les bahasa inggris atau kursus apalah. Aku nggak pernah bimbel, cuma pernah privat, itupun nggak mau lagi karena mending aku belajar sendiri sampe paham daripada bunda harus keluar uang lagi walau bunda nggak pernah ngeluh soal itu. Aku sering gagal, SANGAT SERING, menghadapi penolakan, memutusan secara sepihak, dibatalkan secara tiba-tiba oleh sekolah, tidak didukung, menang tapi tidak ada anggota keluarga yang menyaksikan, jatuh dan menangisi ijazah, merutuki diriku yang gagal membuat mereka semua bangga.
Aku ini anak tunggal.
"Ya makanya orangtuamu fokus banget ke kamu, jadi nggak apa apalah kamu kursus banyak demi masa depan kamu"
Aku ini anak tunggal, perempuan.
"Makanya kamu harus jadi calon istri yang baik pula, kamu anak emas semata wayang orangtuamu. Nggak heran kamu harus sempurna, dan memang orangtuamu mendoakanmu seperti itu"
Jarak umurku dengan orangtuaku jauh.
"Maka dari itu kamu harus mempersiapkan diri untuk mandiri dan jadi wanita karier supaya sebelum kamu menikah nanti kamu sudah dapat menghidupi dirimu sendiri dan kedua orangtuamu"
Aku bukan berasal dari keluarga kaya raya.
"Oleh sebab itu kamu harus mengubah nasib, kamu berbakat, kamu pasti berhasil. Asah semua bakatmu, siapatau prospektif kedepannya"
Aku tidak mau membebani orangtuaku secara finansial.
"Tidak, orangtuamu tidak terbebani. Orangtuamu sudah menyiapkan semuanya untukmu, anak kebanggan satu satunya"
Itulah mengapa aku hampir tidak pernah merasakan indahnya bumi meroda dari tanah ini. Aku selalu berusaha menyeimbangkan diri, menghadapi terpaan angin di pencakar langit di atas sana.
Terkadang aku ingin menjadi unplanners.
0 komentar:
Post a Comment