Tuesday, October 3, 2017

Teroesir (red: terusir) (2)

    Sudah cukup melintas balik kenangan itu dalam pikiran, hanya menghabiskan waktu dan mengikis perasaan saja.

    Namun tak akan habis dalam lembar baru kehidupanku, kehidupan yang aku harapkan dapat memberikan pelajaran kehidupan padaku, supaya aku lebih baik dan bangkit dari gundukan fitnah dan caci maki yang kuterima pada fase kehidupanku sebelumnya. Pengkhianatan terbesar dalam hidupku, kau tak lagi mengenal siapa teman yang tiga tahun ada disampingmu, kau tak lagi mengenal sahabatmu sejak awal kau kenal karena senasib, tak lagi kau jumpai orang alim yang selalu menasehatimu itu lagi karena dia sudah ternoda oleh nafsunya sendiri. Siapa lagi yang dapat aku percaya saat orang yang paling aku percaya berkhianat? Terusirlah sudah aku dari persahabatan yang kita gadang gadangkan menjadi abadi sampai liang lahat nanti, seiring terkuburnya pula harapanku mengenalkan anak kita masing masing kelak saat sudah berkeluarga.
    Terusir sudah aku dari keluarga besar instansi yang namanya telah aku tinggikan namun namaku sendiri kuabaikan.

    Di tengah safarmu menuju fase selanjutnya, kau bertemu senjamu yang syahdu. Semburat jingganya membelaimu manja seiring malam tiba, sang senja selalu melindungimu dari segala yang akan menyakiti fisik dan batinmu. Namun, sang senja tidak pernah benar benar aku raih, hanya bayang semburatnya yang kurasakan, tak pernah sesungguhnya kusentuh hati sang senja. Sang senja begitu suci untuk disentuh hatinya, tak pernah ada niatan apapun menyakiti sang senja, faktanya, karena diam diam aku mencintai sang senja. Cinta yang belum pernah aku rasakan sebelumnya, cinta yang bahkan tak ada niat untuk memiliki, hanya untuk melihatnya bahagia di jalannya sendiri. Sang senja memikatku dengan pribadinya yang begitu santun, sang senja tidak perlu menunjukkan apa apa untuk membuatku kagum, dirinya seorang membuatku belajar banyak hal.
    Namun sang senja telah menemukan cakrawalanya, cakrawala yang akan menaunginya, cakrawala yang akan senantiasa melindungi dan mencintai sang senja sampai benamnya. Kini sang senja telah merekuh bersama cakrawala jingga,
Indah,
Di langit,
Dan tak akan bisa kusentuh lagi
Bahkan untuk terakhir kali
    Sang senja berubah menjadi malam nan dingin, kadang bertabur bintang, kadang sendu dengan kabutnya menutupi bulan. Tak pernah kutemui sang senja lagi sejak ia sudah menjadi malam dengan cakrawalanya. Padahal aku selalu merindukan sang senja, karena aku bernaung padanya, melepas penat dan segala keluh kesah.
    Suatu hari cakrawala kelabu, ia tak lagi menampakkan keindahan sang senja, ia sering hujan dan disertai halilintar, menusuk hati siapapun yang melihat dan mendengarnya. Sudah kukatakan pada sang senja untuk berhati hati, untuk senantiasa menjaga keindahannya. Namun apa yang dikatakan sang senja padaku benar tragis
    "Aku mencintai cakrawalaku, yang senantiasa menaungiku dan pula mencintaiku. Jangan usik kami"

    Aku terusir dari jingga sang senja, menyisakkan bulir bulir air di mataku mengenang semua hal yang kuceritakan pada sang senja, dan bagaimana kami disatukan dulu.
    Aku terusir karena sang senja sudah menemukan cakrawalanya, kini sang senja sudah berubah menjadi malam dengan bintangnya nan sempurna, dikagumi insan di dunia.
    "Kutunggu kau di asana selepas senja"
    Kau temukan senjamu kini.

0 komentar:

Post a Comment

people who read my blog

search here?

Amaranggana Ratih Mradipta. Powered by Blogger.