FINALLY, I am able to watch all psychological horror movies that the internet has recommend me. Ada empat film psychological horror yang aku bisa rekomendasikan dan berada di tier kedua (top tier coming up soon). Film pertama adalah Black Swan (2010), Neon Demon (2016) dan The Perfection (2018). Let’s jump right in.
BLACK
SWAN (2010)
Starring
Natalie Portman and Mila Kunis, I
couldn’t ask for more. Black Swan mengisahkan tentang penari ballet bernama Nina, yang dia masuk
sebuah sekolah ballet prestigious,
dan dia mau main Swan Lake. Pelatihnya, Thomas Leroy, bilang dia ‘cantik’ tapi
tidak cukup untuk menjadi Swan Lake, karena Leroy hanya melihat Nina sebagai white swan aja, nggak bisa jadi black swan. Pada akhirnya Leroy coba
buat ‘menggoda’ (in a very sexual way)
Nina, tapi Nina jelas nolak. Tapi tetep aja, Nina adalah yang terbaik di
sekolahnya pada saat itu, dan dia adalah kandidat besar jadi pemeran utama di
Swan Lake, Swan Queen. Nina sendiri juga keeps
pushing herself to be as perfect as possible. And indeed she became the Swan Queen.
Tapi, one time
ada penari lain namanya Lily, yang lebih cantik, lebih friendly dan lebih sensual. Leroy mulai menunjukkan ketertarikannya
sama Lily, dan ini membuat Nina merasa sangat terancam posisinya. One night, Leroy memperkenalkan Nina ke
sebuah pesta gitu, memperkenalkan Nina sebagai Swan Queen. Ada seorang penari
senior, namanya Beth, yang cemburu karena dia bukan lagi jadi pilihannya Leroy.
Beth nemuin Nina dan nuduh dia ‘memuaskan’ Leroy supaya jadi Swan Queen, dan
Beth nusuk-nusuk sendiri mukanya pake kikir kuku, shit, I know. Pengumuman Beth masuk rumah sakit karena kejadian ini
bikin sekolah ballet tempat Nina
berada sedikit gaduh, Leroy juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap kejadian
si Beth ini.
Setelah ketemu Beth, dan terus menerus latihan intens,
Nina jadi kacau. Lily datang ke Nina dan mencoba menenangkan Nina, tapi Nina
terus-terusan melihat Lily sebagai saingan. One
night, Lily ngajak Nina keluar ke diskotik gitu, surprisingly Nina mau, dan disana mereka ‘have fun’ setelah Lily masukin obat ke minuman Nina. Lily nganterin
Nina pulang dan mereka ‘bercinta’ di kamarnya Nina. Nina bangun kesiangan, dan
dia sadar dia harus latihan. Ketika dia sampai di tempat latihan, dia ngeliat
Lily latihan bagiannya Nina, dan disana ada Leroy, Leroy cukup impressed dengan penampilan Lily. Lily
nemuin Nina dan Nina sadar kalau semalem sama Lily itu cuman mimpi, fantasinya
Nina aja. Nina makin fucked up.
Pementasan udah deket banget, dan Nina malah makin kacau.
Dia mulai halusinasi punggungnya tumbuh bulu hitam, dan semua lukisan di
rumahnya jadi hidup, dia bahkan nyakitin ibunya sendiri. Ketika gladi resik,
Nina masih berusaha semaksimal mungkin, tapi gambaran halusinasinya makin kuat
dan dia terus membayangkan Lily di posisinya. Leroy pun merasa Nina nggak
maksimal malam itu, dan dia meminta Nina pulang aja dan istirahat, Nina
khawatir banget kalau bakal digantiin sama Lily. Keesokan harinya bener aja dia
bangun kesiangan dan langsung berangkat ke sekolah balletnya. Disana Nina udah
liat Lily pake kostum Swan Queen, Lily sendiri protes kenapa Nina tetep dateng.
Akhirnya Leroy masuk ke ruangannya Nina, dan coba jelasin kalau perannya dia
udah diganti Lily, Nina ngeyel, yaudah.
Begitu Nina mau ganti dari white swan ke black swan,
di ruangannya udah ada Lily. Disini absurd
banget, dimana kemudian Lily berubah jadi Nina, begitu Nina nusuk.....dirinya
sendiri pake kaca, berubah lagi jadi Lily, dan badannya Lily disembunyikan di
kamar mandi ruang gantinya. Setelah Nina ganti lagi jadi white swan, tiba-tiba Lily dateng ke ruangannya dan, intinya memuji
performa nya Nina. Nina kaget banget lah, dia langsung ngecek kamar mandinya
dan gaada siapa-siapa. Nina baru sadar kalo dia nusuk dirinya sendiri. Begitu Nina
main last act-nya, dia jatuh dan
semua orang applause, disitu perutnya
Nina udah berdarah-darah. Crazy, indeed. That’s why I would rate this movie 8/10, just like IMDB did.
Karena memang sebagus itu.
Plotnya pas, nggak cepet nggak lambat banget, perkenalan
sama Lily, sama Beth, dan Leroy, perannya dalam plot dan dalam kehidupan Nina.
Simbol-simbol yang ada di dalam film ini juga oke banget buat menambah suasana
film ini. Pilihan warna baju-bajunya Nina dari awal film, dia masih pakai warna
putih, menandakan dia masih innocent
dan masih menjadi white swan. Terus
dimana Lily ngasih Nina baju wana hitam di diskotik sebagai baju ganti,
menunjukkan kalau Lily mencoba membuka ‘sesuatu yang gelap’ di dalam diri Nina.
Bajunya Nina terus berubah jadi abu-abu, sampai hitam, menandakan kalau Nina
sampai di final act Swan Lake dan final act hidupnya sendiri sudah
mengeksplor sisi gelap dirinya sendiri. Gambaran-gambaran cermin di film ini
juga menandakan bahwa Nina terus melihat dirinya sendiri dan terus ‘mengoreksi’
dirinya untuk jadi sempurna.
Gambaran bagaimana Nina terus-terusan dihantui pikirannya
setelah dia di-casting jadi Swan Queen, dan ketakutannya dia untuk harus selalu
sempurna di mata Leroy, ditambah harus ada ‘ancaman’ si Lily, padahal Lily ini
selama ini nggak pernah berusaha mengambil posisinya Nina, selama ini itu cuman
halusinasinya Nina. Jelas banget disini pesannya kalau kadang ketika terlalu
fokus untuk jadi sempurna, pada akhirnya kita enggak akan fokus kepada diri
kita sendiri, tapi fokus ke bagaimana jangan ada yang sampai mengganggu diri
kita untuk jadi sempurna, that’s the
mistake, that we’ve been doing. Gambaran-gambaran gimana Nina menjalani
masalah ini itu seolah-olah kita dibawa jadi Nina juga emosinya. Overall this movie is really really dope.
NEON
DEMON (2016)
Neon Demon adalah film yang sempurna untuk memberikan
penggambaran yang sempurna terhadap industri fashion, dan bagaimana persaingan
antar model dan bagaimana model-model tersebut mempertahankan posisinya. Disini,
Jesse, 16 tahun, pindah dari Georgia ke Los Angeles untuk memulai karirnya
sebagai model berbekal portofolionya yang amatiran difotoin sama pacarnya,
Dean. Somehow, Jesse ketemu sama Ruby di sesi pemotretan sama pacarnya, dan
disitu Ruby udah enchanted sama Jesse. Jesse kemudian dibawa ke suatu party dan
ketemu sama Gigi dan Sarah, dua model profesional. Gigi sangat mengagumi
kecantikan alami Jesse, sedangkan dia ini adalah gambaran model yang sudah
melalui berbagai prosedur, cantik tapi palsu. Disisi lain Sarah adalah tipikal
model biasa, cantik, dan udah.
Sebenernya hidden plot disini adalah, Ruby, Sarah dan
Gigi melakukan suatu ritual dalam mitologi Pagan, dengan Ruby sebagai pemeran
utamanya. Dimulai ketika mereka bawa Jesse ke party tadi itu, dan disitu Jesse
sudah mulai mengeksplor hal lain dalam dirinya. Setelah itu, Jesse dan Dean having some conversation, dimana Jesse
bilang dia biasanya ngeliat langit and
all, disini ritualnya dimulai, Jesse ‘menyerahkan’ dirinya ke bulan. Ketika
Jesse balik ke motel dan random banget di kamarnya ada semacam singa betina.
Keesokan harinya, Jesse pemotretan dengan fotografer ternama, Ruby juga disana
jadi make up artist. Fotografer ini
tuh nggak mau fotoin model baru, tapi somehow dia mau fotoin Jesse, dan
fotografer ini bilang kalau fotonya Jesse bagus dan bakalan direkomendasikan
dimasukin ke editorial.
Selanjutnya, Jesse dan Sarah ada di sebuah ‘seleksi’
runway, ketika Sarah coba runway, designer-nya kayak....biasa aja sama dia,
karena mungkin udah biasa dan udah kenal lah. Sedangkan ketika Jesse yang
runway, dia berhasil menarik si designer ini. Sarah was so angry and she
smashed the mirror in the bathroom, Jesse dateng dan mencoba menenangkan Sarah.
Ketika Sarah mulai marah, Jesse mundur dan nggak sengaja kena pecahan kaca,
berdarahlah dia, and Sarah tried to drink her blood. Jesse memulai ‘fase’ baru
dalam hidupnya, yang juga menjadi acara utama dalam ritual ini, dimana Jesse
menutup pagelaran dan dia sudah sepenuhnya di’rasuki’ The Neon Demon. Ada dua
kaca di atas kepala Jesse, that project 3 forms of her, (recurring number in
Pagan mythology), kemudian ada 3 triangle yang disusun seolah membentuk 4
triangle yang melambangkan 3 itu Ruby, Sarah dan Gigi, ditengahnya Jesse. Lampu
berubah menjadi merah dan Jesse mencium bayangannya di kaca menandakan dia
sudah mulai menerima seksualitas dan kepercayaan dirinya.
Setelah runway, Jesse berubah menjadi wanita yang
berbeda, dia nggak menghapus makeupnya, dia terlihat lebih dewasa. Disini dia
sama pacarnya, Dean, dan ketemu sama designer-nya tadi dan Gigi, designer-nya
ini berargumen kalau ‘beauty isn’t everything, it’s the only thing’. Dean nggak
setuju sama pemikiran shallow si designer, utamanya terhadap Jesse, tapi Jesse
doesn’t give a damn, dan minta Dean pergi. Dean nunggu Jesse di motelnya, dan
Dean sadar kalo Jesse berubah, sampai ketika Jesse bilang ‘I don’t wanna be
like them, they want to be like me’. Tapi tiba-tiba ada yang berusaha masuk ke
kamar Jesse, Jesse ketakutan dan nelpon Ruby, terus dia ke rumah Ruby. Sampe di
rumah Ruby, Ruby berusaha buat ‘making out’ sama Jesse, tapi jelas Jesse nggak
mau. Merasa ditolak, Ruby melampiaskannya ke mayat (Ruby juga MUA mayat),
fucked up banget.
Di rumahnya Ruby, Jesse eksplorasi dirinya sendiri, dia
pake makeup dan pake dress yang bagus, kemudian berdiri di papan kolam renang
kosong. Jesse bilang kalau orang-orang starve to death, doing surgery, to make
themselves look like second rate version of her. Ketika Jesse masuk rumah lagi,
dia dipukul sama Sarah, dan langsung dikejar sama Gigi, sampe mereka jebak
Jesse lagi di kolam renang dan Ruby dorong Jesse ke kolam renang kosong itu.
There.....they consume her, I mean, really consume her, the ritual is done. Next
scene sangat disturbing mungkin untuk beberapa orang karena banyak darah,
mereka bertiga mandi darahnya Jesse (setelah mereka makan Jesse). Ritual ini
juga pernah dilakukan Erzsebet Bathory, Hungarian Countess, seorang serial
killer di abad 16, yang diperkirakan merenggut 650 nyawa, dan dia juga terkenal
suka mandi di darah perawan untuk menjaganya tetap muda.
Scene selanjutnya Sarah nemenin Gigi buat pemotretan sama
fotografer ternama di awal tadi, dan dia ketemu model muda, Amber. Tapi
ditengah shooting, fotografernya enggak puas sama Amber dan terus pecat Amber,
digantiin sama Sarah. Di lokasi, Gigi merasa mual dan harus keluar dari lokasi,
ternyata Gigi merasa mual karena dia nggak kuat, Gigi harus ‘mengeluarkan Jesse
dari tubuhnya’. Gigi vomits an eyeball (Jesse’s), and cuts herself open in the
stomach. Ini mungkin pertama kalinya Gigi melakukan ritual ini, dan dia nggak
kuat, tapi Sarah mungkin udah bertahun-tahun melakukan ini, dan cuman diemin
Gigi meninggal, dan makan eyeball nya Jesse. What a really intense ending,
right? And overall, by the plot, the message, the amazing and insanely
hypnotizing visual, I would give this movie a 9/10.
Seluruh scene, dari awal ngeliat Jesse lehernya
berdarah-darah di sofa, dengan Dean yang tatapannya tajam, ternyata photoshoot.
Visual party dimana Ruby ngajak Jesse pertama kali, terus visual fotografer
profesional yang suruh Jesse lepas bajunya ternyata dimandiin pake glitter emas
(udah negative thinking kan). Utamanya visualisasi Jesse di runway, dimana dia
bener-bener berubah jadi wanita yang sudah dirasuki Neon Demon. Plot dimana the
three coven (Ruby, Sarah, Gigi) harus bunuh dan makan badannya Jesse, sampe
Gigi bunuh diri, the whole experience is just.....insane, insane. Nicholas Winding-Refn
is insane.
THE
PERFECTION (2018)
Some of people find this movie is really empowering,
especially on the #MeToo movement, and I just found out why. Film ini bercerita
tentang Charlotte, seorang pemain cello profesional yang sekolah di akademi
musik prestigious, Bachoff, tapi dia harus keluar karena ibunya sakit. Ketika
dia kembali ke Tiongkok, dia sadar ‘posisinya’ sudah digantikan oleh Elizabeth
‘Lizzie’, dimana posternya dipajang di billboard jalanan. Charlotte ke Tiongkok
juga dalam rangka ketemu sama gurunya di acara ‘nominasi’ pemilihan bintang
baru yang akan sekolah Bachoff Academy ini. Disini Charlotte ketemu Lizzie, dan
mereka jadi deket.........deket sampe mereka one night stand. Paginya Charlotte
nemenin Lizzie buat jalan ke timur? Kayaknya sih gitu. Disitu Lizzie masih agak
hangover, Charlotte kasih obat deh ke Lizzie.
Di perjalanan, oh my, the next 30 minutes after they got
into the bus is very disturbing. Lizzie vomiting worms, shitting bugs and
roaches coming out from her hand, ended up with Lizzie cutting out her own
right hand, intinya 30 menit gitu. Kemudian tiba-tiba semuanya rewind, Lizzie
nggak muntah cacing, dia muntah biasa, dan dia juga cuman diare, nggak ada
kecoa keluar dari tangannya, semua itu akibat dari obat yang dikasih sama
Charlotte. Lizzie kemudian balik ke Bachoff Academy dan cerita semuanya sama
Pembina Bachoff Academy ini, Anton, dan istrinya, Paloma. Tapi endingnya Lizzie
dikeluarkan juga dari Bachoff Academy karena dia udah nggak berguna tanpa
tangannya. Lizzie nyamperin Charlotte ke rumahnya dan culik Charlotte buat
dibawa ke Bachoff Academy, hukumannya menanti.
Charlotte bilang dia harus melakukan itu ke Lizzie,
karena apa yang dilakukan Anton dan ‘pengajarnya’ biadab. Charlotte memang
murid spesial yang bisa main di chapel spesial, di hadapan Anton, Geoffrey dan
Theis. Kalau Charlotte salah note, dia bakalan dihukum dengan ‘dilecehkan’ oleh
Anton, Geoffrey dan Theis. Charlotte kemudian dihukum, dia dipaksa main Sonata
for Solo, di depan Anton, Geoffrey, Theis, Paloma, Lizzie, dan anak baru dari
Tiongkok tadi, Zhang Li. Kalau Charlotte salah note, Zhang Li yang akan
‘dihukum’. Indeed, Charlotte sengaja salah note, Zhang Li langsung dibawa ke
atas sama Paloma, Geoffrey dan Theis langsung nyamperin Charlotte, tapi
ternyata mereka diracun sama Lizzie, and they died.
Main alur mundur
lagi, Lizzie di rumah Charlotte ternyata setuju dengan perkataan Charlotte
bahwa mereka hanya dimanipulasi dan dilecehkan oleh Anton dan institusinya.
Lizzie baru sadar, memang harus begini caranya supaya dia sadar. Lizzie dan
Charlotte kemudian merencanakan sesuatu, dan semua itu tadi sampe Geoffrey dan
Theis meninggal, itu bagian dari rencana mereka. Selanjutnya, Lizzie dan
Charlotte juga bunuh Paloma, terakhir, mereka coba bunuh Anton, Anton tentu aja
berontak dan tusuk tangan kiri Charlotte. Pada akhirnya mereka mutilasi kaki
dan tangan Anton, dan mereka main berdua, saling complement their missing hand,
to reach the perfection. I feel kinda sick too watching this, but I’ll give
this an 8/10, especially for the message and the storytelling.
Aku suka banget
teknik filmingnya mereka, the rewinding, the flashback plot, dan teknik yang
namanya ‘diopter shot’, dimana objek dekat dan objek jauh fokusnya sama,
seolah-olah kita bisa liat dari perspektif orang pertama (Charlotte). Mungkin
orang-orang merasa empowering dari sini karena Charlotte berusaha memahamkan
kalau ‘I’ve been through what you’ve been through too, wake up, this is a
manipulation’. Gerakan #MeToo nya memang kuat banget, but maybe this one is a
bit brutal, tapi aku paham sih maksudnya, adalah dengan tidak menormalisasi
pelecehan, atas alasan apapun, alasan kesempurnaan lah, alasan panggilan dari
Tuhan lah, pelecehan ya pelecehan, this is a brainwash if you still believe
that we are special. I like this movie, it’s simple, strong, and brutal and yet
have a message in it.
CONCLUSION
Sebenernya nih, aku mau masukin Suspiria (2018) juga,
cuman masalahnya sama Suspiria adalah ada beberapa dialog dalam bahasa Jerman
yang nggak ada translate-nya. To be honest aku juga masih belum nemu sesuatu di
dalam Suspiria yang bisa aku compare sama Black Swan. So, Suspiria must be
gone. These three movies are really giving me something, memang genre ini bukan
genre semua orang, apalagi kalo banyak darah-nya, akupun juga gitu sebenernya,
aku suka genre horror tapi enggak dengan darah, I’ll passed out. Tapi
bener-bener film-film ini bikin aku mikir, takjub, deg-degan, pokoknya the
whole roller coaster feelings. Ini memang bukan genre horror yang hantu
jumpscare or whatever, but this seems better for me than ghost.
I will post the TOP TIER Psychological Horror Movies,
with three movies that really make me uncomfortable, and give me headache as
well. I’ll see you guys on my next review.