Monday, May 10, 2021

[movie review] tier #2 psychological horror movies

FINALLY, I am able to watch all psychological horror movies that the internet has recommend me. Ada empat film psychological horror yang aku bisa rekomendasikan dan berada di tier kedua (top tier coming up soon). Film pertama adalah Black Swan (2010), Neon Demon (2016) dan The Perfection (2018). Let’s jump right in.

 

BLACK SWAN (2010)


            Starring Natalie Portman and Mila Kunis, I couldn’t ask for more. Black Swan mengisahkan tentang penari ballet bernama Nina, yang dia masuk sebuah sekolah ballet prestigious, dan dia mau main Swan Lake. Pelatihnya, Thomas Leroy, bilang dia ‘cantik’ tapi tidak cukup untuk menjadi Swan Lake, karena Leroy hanya melihat Nina sebagai white swan aja, nggak bisa jadi black swan. Pada akhirnya Leroy coba buat ‘menggoda’ (in a very sexual way) Nina, tapi Nina jelas nolak. Tapi tetep aja, Nina adalah yang terbaik di sekolahnya pada saat itu, dan dia adalah kandidat besar jadi pemeran utama di Swan Lake, Swan Queen. Nina sendiri juga keeps pushing herself to be as perfect as possible. And indeed she became the Swan Queen.

            Tapi, one time ada penari lain namanya Lily, yang lebih cantik, lebih friendly dan lebih sensual. Leroy mulai menunjukkan ketertarikannya sama Lily, dan ini membuat Nina merasa sangat terancam posisinya. One night, Leroy memperkenalkan Nina ke sebuah pesta gitu, memperkenalkan Nina sebagai Swan Queen. Ada seorang penari senior, namanya Beth, yang cemburu karena dia bukan lagi jadi pilihannya Leroy. Beth nemuin Nina dan nuduh dia ‘memuaskan’ Leroy supaya jadi Swan Queen, dan Beth nusuk-nusuk sendiri mukanya pake kikir kuku, shit, I know. Pengumuman Beth masuk rumah sakit karena kejadian ini bikin sekolah ballet tempat Nina berada sedikit gaduh, Leroy juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap kejadian si Beth ini.

            Setelah ketemu Beth, dan terus menerus latihan intens, Nina jadi kacau. Lily datang ke Nina dan mencoba menenangkan Nina, tapi Nina terus-terusan melihat Lily sebagai saingan. One night, Lily ngajak Nina keluar ke diskotik gitu, surprisingly Nina mau, dan disana mereka ‘have fun’ setelah Lily masukin obat ke minuman Nina. Lily nganterin Nina pulang dan mereka ‘bercinta’ di kamarnya Nina. Nina bangun kesiangan, dan dia sadar dia harus latihan. Ketika dia sampai di tempat latihan, dia ngeliat Lily latihan bagiannya Nina, dan disana ada Leroy, Leroy cukup impressed dengan penampilan Lily. Lily nemuin Nina dan Nina sadar kalau semalem sama Lily itu cuman mimpi, fantasinya Nina aja. Nina makin fucked up.

            Pementasan udah deket banget, dan Nina malah makin kacau. Dia mulai halusinasi punggungnya tumbuh bulu hitam, dan semua lukisan di rumahnya jadi hidup, dia bahkan nyakitin ibunya sendiri. Ketika gladi resik, Nina masih berusaha semaksimal mungkin, tapi gambaran halusinasinya makin kuat dan dia terus membayangkan Lily di posisinya. Leroy pun merasa Nina nggak maksimal malam itu, dan dia meminta Nina pulang aja dan istirahat, Nina khawatir banget kalau bakal digantiin sama Lily. Keesokan harinya bener aja dia bangun kesiangan dan langsung berangkat ke sekolah balletnya. Disana Nina udah liat Lily pake kostum Swan Queen, Lily sendiri protes kenapa Nina tetep dateng. Akhirnya Leroy masuk ke ruangannya Nina, dan coba jelasin kalau perannya dia udah diganti Lily, Nina ngeyel, yaudah.

            Begitu Nina mau ganti dari white swan ke black swan, di ruangannya udah ada Lily. Disini absurd banget, dimana kemudian Lily berubah jadi Nina, begitu Nina nusuk.....dirinya sendiri pake kaca, berubah lagi jadi Lily, dan badannya Lily disembunyikan di kamar mandi ruang gantinya. Setelah Nina ganti lagi jadi white swan, tiba-tiba Lily dateng ke ruangannya dan, intinya memuji performa nya Nina. Nina kaget banget lah, dia langsung ngecek kamar mandinya dan gaada siapa-siapa. Nina baru sadar kalo dia nusuk dirinya sendiri. Begitu Nina main last act-nya, dia jatuh dan semua orang applause, disitu perutnya Nina udah berdarah-darah. Crazy, indeed. That’s why I would rate this movie 8/10, just like IMDB did. Karena memang sebagus itu.

            Plotnya pas, nggak cepet nggak lambat banget, perkenalan sama Lily, sama Beth, dan Leroy, perannya dalam plot dan dalam kehidupan Nina. Simbol-simbol yang ada di dalam film ini juga oke banget buat menambah suasana film ini. Pilihan warna baju-bajunya Nina dari awal film, dia masih pakai warna putih, menandakan dia masih innocent dan masih menjadi white swan. Terus dimana Lily ngasih Nina baju wana hitam di diskotik sebagai baju ganti, menunjukkan kalau Lily mencoba membuka ‘sesuatu yang gelap’ di dalam diri Nina. Bajunya Nina terus berubah jadi abu-abu, sampai hitam, menandakan kalau Nina sampai di final act Swan Lake dan final act hidupnya sendiri sudah mengeksplor sisi gelap dirinya sendiri. Gambaran-gambaran cermin di film ini juga menandakan bahwa Nina terus melihat dirinya sendiri dan terus ‘mengoreksi’ dirinya untuk jadi sempurna.

            Gambaran bagaimana Nina terus-terusan dihantui pikirannya setelah dia di-casting jadi Swan Queen, dan ketakutannya dia untuk harus selalu sempurna di mata Leroy, ditambah harus ada ‘ancaman’ si Lily, padahal Lily ini selama ini nggak pernah berusaha mengambil posisinya Nina, selama ini itu cuman halusinasinya Nina. Jelas banget disini pesannya kalau kadang ketika terlalu fokus untuk jadi sempurna, pada akhirnya kita enggak akan fokus kepada diri kita sendiri, tapi fokus ke bagaimana jangan ada yang sampai mengganggu diri kita untuk jadi sempurna, that’s the mistake, that we’ve been doing. Gambaran-gambaran gimana Nina menjalani masalah ini itu seolah-olah kita dibawa jadi Nina juga emosinya. Overall this movie is really really dope.

 

NEON DEMON (2016)

     Neon Demon adalah film yang sempurna untuk memberikan penggambaran yang sempurna terhadap industri fashion, dan bagaimana persaingan antar model dan bagaimana model-model tersebut mempertahankan posisinya. Disini, Jesse, 16 tahun, pindah dari Georgia ke Los Angeles untuk memulai karirnya sebagai model berbekal portofolionya yang amatiran difotoin sama pacarnya, Dean. Somehow, Jesse ketemu sama Ruby di sesi pemotretan sama pacarnya, dan disitu Ruby udah enchanted sama Jesse. Jesse kemudian dibawa ke suatu party dan ketemu sama Gigi dan Sarah, dua model profesional. Gigi sangat mengagumi kecantikan alami Jesse, sedangkan dia ini adalah gambaran model yang sudah melalui berbagai prosedur, cantik tapi palsu. Disisi lain Sarah adalah tipikal model biasa, cantik, dan udah.

            Sebenernya hidden plot disini adalah, Ruby, Sarah dan Gigi melakukan suatu ritual dalam mitologi Pagan, dengan Ruby sebagai pemeran utamanya. Dimulai ketika mereka bawa Jesse ke party tadi itu, dan disitu Jesse sudah mulai mengeksplor hal lain dalam dirinya. Setelah itu, Jesse dan Dean having some conversation, dimana Jesse bilang dia biasanya ngeliat langit and all, disini ritualnya dimulai, Jesse ‘menyerahkan’ dirinya ke bulan. Ketika Jesse balik ke motel dan random banget di kamarnya ada semacam singa betina. Keesokan harinya, Jesse pemotretan dengan fotografer ternama, Ruby juga disana jadi make up artist. Fotografer ini tuh nggak mau fotoin model baru, tapi somehow dia mau fotoin Jesse, dan fotografer ini bilang kalau fotonya Jesse bagus dan bakalan direkomendasikan dimasukin ke editorial.

            Selanjutnya, Jesse dan Sarah ada di sebuah ‘seleksi’ runway, ketika Sarah coba runway, designer-nya kayak....biasa aja sama dia, karena mungkin udah biasa dan udah kenal lah. Sedangkan ketika Jesse yang runway, dia berhasil menarik si designer ini. Sarah was so angry and she smashed the mirror in the bathroom, Jesse dateng dan mencoba menenangkan Sarah. Ketika Sarah mulai marah, Jesse mundur dan nggak sengaja kena pecahan kaca, berdarahlah dia, and Sarah tried to drink her blood. Jesse memulai ‘fase’ baru dalam hidupnya, yang juga menjadi acara utama dalam ritual ini, dimana Jesse menutup pagelaran dan dia sudah sepenuhnya di’rasuki’ The Neon Demon. Ada dua kaca di atas kepala Jesse, that project 3 forms of her, (recurring number in Pagan mythology), kemudian ada 3 triangle yang disusun seolah membentuk 4 triangle yang melambangkan 3 itu Ruby, Sarah dan Gigi, ditengahnya Jesse. Lampu berubah menjadi merah dan Jesse mencium bayangannya di kaca menandakan dia sudah mulai menerima seksualitas dan kepercayaan dirinya.

            Setelah runway, Jesse berubah menjadi wanita yang berbeda, dia nggak menghapus makeupnya, dia terlihat lebih dewasa. Disini dia sama pacarnya, Dean, dan ketemu sama designer-nya tadi dan Gigi, designer-nya ini berargumen kalau ‘beauty isn’t everything, it’s the only thing’. Dean nggak setuju sama pemikiran shallow si designer, utamanya terhadap Jesse, tapi Jesse doesn’t give a damn, dan minta Dean pergi. Dean nunggu Jesse di motelnya, dan Dean sadar kalo Jesse berubah, sampai ketika Jesse bilang ‘I don’t wanna be like them, they want to be like me’. Tapi tiba-tiba ada yang berusaha masuk ke kamar Jesse, Jesse ketakutan dan nelpon Ruby, terus dia ke rumah Ruby. Sampe di rumah Ruby, Ruby berusaha buat ‘making out’ sama Jesse, tapi jelas Jesse nggak mau. Merasa ditolak, Ruby melampiaskannya ke mayat (Ruby juga MUA mayat), fucked up banget.

            Di rumahnya Ruby, Jesse eksplorasi dirinya sendiri, dia pake makeup dan pake dress yang bagus, kemudian berdiri di papan kolam renang kosong. Jesse bilang kalau orang-orang starve to death, doing surgery, to make themselves look like second rate version of her. Ketika Jesse masuk rumah lagi, dia dipukul sama Sarah, dan langsung dikejar sama Gigi, sampe mereka jebak Jesse lagi di kolam renang dan Ruby dorong Jesse ke kolam renang kosong itu. There.....they consume her, I mean, really consume her, the ritual is done. Next scene sangat disturbing mungkin untuk beberapa orang karena banyak darah, mereka bertiga mandi darahnya Jesse (setelah mereka makan Jesse). Ritual ini juga pernah dilakukan Erzsebet Bathory, Hungarian Countess, seorang serial killer di abad 16, yang diperkirakan merenggut 650 nyawa, dan dia juga terkenal suka mandi di darah perawan untuk menjaganya tetap muda.

            Scene selanjutnya Sarah nemenin Gigi buat pemotretan sama fotografer ternama di awal tadi, dan dia ketemu model muda, Amber. Tapi ditengah shooting, fotografernya enggak puas sama Amber dan terus pecat Amber, digantiin sama Sarah. Di lokasi, Gigi merasa mual dan harus keluar dari lokasi, ternyata Gigi merasa mual karena dia nggak kuat, Gigi harus ‘mengeluarkan Jesse dari tubuhnya’. Gigi vomits an eyeball (Jesse’s), and cuts herself open in the stomach. Ini mungkin pertama kalinya Gigi melakukan ritual ini, dan dia nggak kuat, tapi Sarah mungkin udah bertahun-tahun melakukan ini, dan cuman diemin Gigi meninggal, dan makan eyeball nya Jesse. What a really intense ending, right? And overall, by the plot, the message, the amazing and insanely hypnotizing visual, I would give this movie a 9/10.

            Seluruh scene, dari awal ngeliat Jesse lehernya berdarah-darah di sofa, dengan Dean yang tatapannya tajam, ternyata photoshoot. Visual party dimana Ruby ngajak Jesse pertama kali, terus visual fotografer profesional yang suruh Jesse lepas bajunya ternyata dimandiin pake glitter emas (udah negative thinking kan). Utamanya visualisasi Jesse di runway, dimana dia bener-bener berubah jadi wanita yang sudah dirasuki Neon Demon. Plot dimana the three coven (Ruby, Sarah, Gigi) harus bunuh dan makan badannya Jesse, sampe Gigi bunuh diri, the whole experience is just.....insane, insane. Nicholas Winding-Refn is insane.

 

THE PERFECTION (2018)


            Some of people find this movie is really empowering, especially on the #MeToo movement, and I just found out why. Film ini bercerita tentang Charlotte, seorang pemain cello profesional yang sekolah di akademi musik prestigious, Bachoff, tapi dia harus keluar karena ibunya sakit. Ketika dia kembali ke Tiongkok, dia sadar ‘posisinya’ sudah digantikan oleh Elizabeth ‘Lizzie’, dimana posternya dipajang di billboard jalanan. Charlotte ke Tiongkok juga dalam rangka ketemu sama gurunya di acara ‘nominasi’ pemilihan bintang baru yang akan sekolah Bachoff Academy ini. Disini Charlotte ketemu Lizzie, dan mereka jadi deket.........deket sampe mereka one night stand. Paginya Charlotte nemenin Lizzie buat jalan ke timur? Kayaknya sih gitu. Disitu Lizzie masih agak hangover, Charlotte kasih obat deh ke Lizzie.

            Di perjalanan, oh my, the next 30 minutes after they got into the bus is very disturbing. Lizzie vomiting worms, shitting bugs and roaches coming out from her hand, ended up with Lizzie cutting out her own right hand, intinya 30 menit gitu. Kemudian tiba-tiba semuanya rewind, Lizzie nggak muntah cacing, dia muntah biasa, dan dia juga cuman diare, nggak ada kecoa keluar dari tangannya, semua itu akibat dari obat yang dikasih sama Charlotte. Lizzie kemudian balik ke Bachoff Academy dan cerita semuanya sama Pembina Bachoff Academy ini, Anton, dan istrinya, Paloma. Tapi endingnya Lizzie dikeluarkan juga dari Bachoff Academy karena dia udah nggak berguna tanpa tangannya. Lizzie nyamperin Charlotte ke rumahnya dan culik Charlotte buat dibawa ke Bachoff Academy, hukumannya menanti.

            Charlotte bilang dia harus melakukan itu ke Lizzie, karena apa yang dilakukan Anton dan ‘pengajarnya’ biadab. Charlotte memang murid spesial yang bisa main di chapel spesial, di hadapan Anton, Geoffrey dan Theis. Kalau Charlotte salah note, dia bakalan dihukum dengan ‘dilecehkan’ oleh Anton, Geoffrey dan Theis. Charlotte kemudian dihukum, dia dipaksa main Sonata for Solo, di depan Anton, Geoffrey, Theis, Paloma, Lizzie, dan anak baru dari Tiongkok tadi, Zhang Li. Kalau Charlotte salah note, Zhang Li yang akan ‘dihukum’. Indeed, Charlotte sengaja salah note, Zhang Li langsung dibawa ke atas sama Paloma, Geoffrey dan Theis langsung nyamperin Charlotte, tapi ternyata mereka diracun sama Lizzie, and they died.

Main alur mundur lagi, Lizzie di rumah Charlotte ternyata setuju dengan perkataan Charlotte bahwa mereka hanya dimanipulasi dan dilecehkan oleh Anton dan institusinya. Lizzie baru sadar, memang harus begini caranya supaya dia sadar. Lizzie dan Charlotte kemudian merencanakan sesuatu, dan semua itu tadi sampe Geoffrey dan Theis meninggal, itu bagian dari rencana mereka. Selanjutnya, Lizzie dan Charlotte juga bunuh Paloma, terakhir, mereka coba bunuh Anton, Anton tentu aja berontak dan tusuk tangan kiri Charlotte. Pada akhirnya mereka mutilasi kaki dan tangan Anton, dan mereka main berdua, saling complement their missing hand, to reach the perfection. I feel kinda sick too watching this, but I’ll give this an 8/10, especially for the message and the storytelling.

Aku suka banget teknik filmingnya mereka, the rewinding, the flashback plot, dan teknik yang namanya ‘diopter shot’, dimana objek dekat dan objek jauh fokusnya sama, seolah-olah kita bisa liat dari perspektif orang pertama (Charlotte). Mungkin orang-orang merasa empowering dari sini karena Charlotte berusaha memahamkan kalau ‘I’ve been through what you’ve been through too, wake up, this is a manipulation’. Gerakan #MeToo nya memang kuat banget, but maybe this one is a bit brutal, tapi aku paham sih maksudnya, adalah dengan tidak menormalisasi pelecehan, atas alasan apapun, alasan kesempurnaan lah, alasan panggilan dari Tuhan lah, pelecehan ya pelecehan, this is a brainwash if you still believe that we are special. I like this movie, it’s simple, strong, and brutal and yet have a message in it.

 

CONCLUSION

            Sebenernya nih, aku mau masukin Suspiria (2018) juga, cuman masalahnya sama Suspiria adalah ada beberapa dialog dalam bahasa Jerman yang nggak ada translate-nya. To be honest aku juga masih belum nemu sesuatu di dalam Suspiria yang bisa aku compare sama Black Swan. So, Suspiria must be gone. These three movies are really giving me something, memang genre ini bukan genre semua orang, apalagi kalo banyak darah-nya, akupun juga gitu sebenernya, aku suka genre horror tapi enggak dengan darah, I’ll passed out. Tapi bener-bener film-film ini bikin aku mikir, takjub, deg-degan, pokoknya the whole roller coaster feelings. Ini memang bukan genre horror yang hantu jumpscare or whatever, but this seems better for me than ghost.

            I will post the TOP TIER Psychological Horror Movies, with three movies that really make me uncomfortable, and give me headache as well. I’ll see you guys on my next review.

Saturday, May 8, 2021

[series review] ARES: what makes the small Netherlands so powerful back then?


    Oke, this is something new. Setelah aku ketagihan sama series Netflix berbahasa Spanyol, sekarang aku coba series Netflix bahasa Belanda. Awalnya karena aku pingin aja belajar bahasa Belanda in easy and casual way (yea because Dutch was one of my subject on college), jadi aku coba cari series atau film berbahasa Belanda. ‘Ares’ ini langsung muncul di laman pencarian, aku nggak sama sekali terus cari tau ini tentang apa, aku cuman langsung cari dan nonton aja. And, God, I was blessed. Ares ini cuman satu season dengan delapan episode, masing-masing episode sekitar setengah jam durasnya, dan kayaknya udah cukup banget dibikin segini, enggak kurang, enggak lebih, pas. So, here’s the review.

INTRO
    Ares menceritakan tentang sebuah perkumpulan, I would say sekte ya, sekte mahasiswa di Belanda yang rata-rata anggotanya adalah orang kaya, atau orangtua dan orangtua dan orangtuanya mereka dulu juga di Ares, jadi either by money or by blood. Pemeran utamanya adalah Rosa Steenwijck, dia mahasiswi kedokteran yang bosen sama kelasnya, dia pingin sesuatu yang lebih, dia pingin something real. Rosa punya sahabat, namanya Jacob Wessels, mereka udah lama enggak ketemu, dan Rosa merasa sedikit ‘marah’ karena Jacob udah lama enggak ngasih kabar dan tau-tau dateng ke flat dan ngajak dinner. Di tengah dinner, ternyata meja mereka udah dibayarin sama temen-temennya Jacob, yang adalah anggota Ares: Carmen, Marije dan Roderick. 
    Rosa terus diajak ke Rijksmuseum, dimana banyak lukisan-lukisan lama Belanda. Di depan lukisan Rembrandt, Marije dan Roderick saling nunjuk ‘oh itu kakek moyang aku di kanan’, ‘eh yang kiri kakeknya Carmen kan?’, something like that. Disini Rosa mulai merasa kalo ini bukan perkumpulan mahasiswa biasa, dan Rosa mulai menunjukkan ketertarikannya terhadap perkumpulan ini sama Carmen. Carmen berhenti di lukisan ‘the Swan’ dan Carmen menjelaskan kepada Rosa kalau perkumpulan ini seperti ‘The Swan’ yang melindungi telurnya yang bertuliskan Holland. Rosa udah bener-bener tertarik dan sampai akhirnya, keesokan hari dia bangun, di sebelah tempat tidurnya udah ada semacam postcard, telur dan kartu hitam berlambangkan ‘A’ dan nomor telepon. Rosa akhirnya telpon dan disitu, dia akan ‘dijemput’ pada malam hari di perpustakaan kampus. 
    Rosa sebenernya bosen nggak cuman kelasnya, tapi juga sama kehidupannya. Rosa punya ibu yang suicidal, bapaknya (African), adalah seorang perawat dan biasanya punya shift malem. Kalo ibunya ditinggal sendiri, ibunya bakalan coba buat bunuh diri. Rosa pingin dia 'menang’, dan menjalani kehidupan yang baru, keluar dari semua ini, that’s exactly what Ares offered her. But that was not free, right? Rosa harus mengorbankan sesuatu, dan Rosa memilih mengorbankan keluarganya untuk ikut Carmen ke ‘asrama’ Ares, of course with Jacob, karena ternyata Jacob adalah orang yang by blood gabung ke Ares. Setelah ikut serangkaian ‘ospek’ Rosa, dan seangkatannya yang saat itu gabung sama Ares, akhirnya resmi jadi anggota Ares. 
    On the other side, Jacob Wessels, dengan nama aslinya Jacob Krudop-Six, sempat kabur saat pelantikan. Tapi Jacob sebenernya udah kenal beberapa dari mereka, jadi mereka enggak....bener-bener mau nyiksa Jacob. Tapi Jacob sendiri sebenernya enggak mau join Ares, tapi karena kepaksa by blood. Furthermore, kembalinya Jacob ke ‘kehidupan’ Rosa sebenernya adalah misi dari Ares, mereka minta Jacob buat ngajak satu orang. Jacob sebenernya malah menjauhkan Rosa dari Ares, tapi dia gagal karena Rosa volunteer anyway. Ketika Jacob kabur saat pelantikan mereka, Jacob menemukan ‘sesuatu’ di bawah bangunan asrama, yaitu sebuah pintu yang kalo dibuka isinya tumpukan batu, buntu. Tapi Jacob nempelin tangannya dan jarinya berubah jadi hitam, kayak orang kena diabetes.

TO THE CLIMAX
    Selagi Rosa sedang ‘naik daun’ di kalangan Ares, karena dia berhasil menutupi kematian presiden Ares, Joost, dan dia juga berhasil magang di Hoogh Institute, yang dia pingin banget. Ternyata Jacob sedang ‘mengeksplor’ kekuatan barunya di jarinya itu. Siapapun yang kena jarinya Jacob akan masuk ke alam bawah sadarnya dan flashback ke sebuah kejadian yang membuat dia merasa sangat bersalah. Ceritanya, ada dua presiden yang di’pegang’ sama Jacob, Joost dan Arnold, mereka berdua flashback ke kejadian saat pelantikan mereka jadi presiden, dimana mereka harus melakukan pengorbanan, yaitu membunuh seseorang yang mereka sayangi. Flashback ini membuat mereka sangat terpukul, halusinasi dan akhirnya bunuh diri. 
    Rosa baru sadar, setiap kali dia melakukan sesuatu yang membuat dia merasa bersalah, misalnya pada kejadian dia ‘mencuri’ posisi temennya, Fleur, buat magang di Hoogh Institute, tempat dosen yang dia suka banget, Hester de Hoogh, dia selalu muntah sebuah cairan hitam. Ini juga yang dilakukan presiden-presiden pada pelantikan mereka setelah mereka membunuh orang yang mereka sayangi. Mereka akan merasa sangat bersalah dan akhirnya muntah cairan hitam tersebut, lebih parah lagi beberapa dari mereka bahkan memuntahkan telur hitam. Cairan dan telur hitam ini kemudian ‘dipersembahkan’ kepada sebuah makhluk named Beal, lewat sumur yang ada di bawah bangunan asrama tersebut. Secara sejarah, mereka sudah melakukan persembahan ini sejak berabad-abad, persembahan ini mereka lakukan setelah mereka membuat keputusan yang ‘orang lain tidak bisa buat’. 
    I did some research, of course, untuk menguak misteri ini. Pertama-tama dari Ares itu sendiri, dan kenapa di Rijksmuseum Marije nunjuk-nunjuk lukisannya Rembrandt kalo ini ancestor-ku, ancestor-nya Carmen, ancestor-nya Roderick. Aku kurang jelas sebenarnya Ares atau tradisi ini yang sudah ada sejak dulu, kayanya sih tradisinya, tradisi memuntahkan cairan hitam ke sumur. Tradisi ini dilakukan setelah membuat’ keputusan yang orang lain tidak bisa buat’, I’m assuming keputusan ini maksudnya adalah keputusan yang morally wrong, keputusan yang membuat si orang ini akan merasa bersalah seumur hidup, tapi keputusan ini dibuat untuk memakmurkan negara mereka, Belanda. Nah sebenernya apa sih cairan hitam ini? Cairan hitam ini adalah rasa bersalah, guilt, ashamed dan disgust
   Ada keyakinan di beberapa negara yang percaya bahwa rasa bersalah, rasa malu atau, everything that makes you human, ada di perut. One example dalam keyakinan orang Jepang, mereka akan melakukan hara-kiri ketika mereka merasa malu dan bersalah apabila tidak melakukan tugasnya dengan baik. They would cut their stomach open and put out their digestive systems, in order to free the soul, so that they wouldn’t be ashamed in the next realm. Mungkin sama konsepnya disini, dimana cairan hitam itu dikeluarkan untuk let go of something. Tapi bedanya disini mereka memuntahkan cairan hitam tersebuat setelah membuat keputusan yang kejam, justru agar mereka bisa kemudian hidup tanpa rasa bersalah. Mereka akan ‘lupa’ dengan rasa bersalah tersebut, dan ketika mereka akan melakukan suatu keputusan lagi, mereka melakukannya lagi, and over and over and over again.
    Pesan yang ingin disampaikan sebenernya adalah bagaimana orang-orang Belanda dulu dapat membuat keputusan yang kejam untuk memajukan negaranya, yaitu untuk mengelola perbudakan di Afrika. Belanda sudah melakukan perbudakan di Afrika ini lama banget berabad-abad dan hal ini adalah sesuatu yang morally wrong. Orang-orang yang ada di Ares adalah orang-orang yang ingin memiliki posisi seperti para pendahulunya, orang-orang yang sukses, yang berada di atas. Mereka harus memiliki ambisi dan keyakinan untuk mampu mengorbankan sesuatu. Makanya dalam hal ini Rosa dia pingin jadi dokter handal, dia pingin keluar dari kehidupannya yang membosankan, dan bener-bener ‘hidup’, dia punya ambisi, dan dia sudah menunjukkannya, dia juga sudah melakukan pengorbanan dengan meninggalkan orangtuanya.

EPISODE FINALE
    Aku mau bahas dari dua episode terakhir Ares, bear with me this is gonna be hard. Setelah dua presiden mati, Hester de Hoogh juga sempat dipegang sama Jacob karena Jacob tau Rosa sangat terobsesi sama Hester, jadi untuk ‘menyelamatkan’ Rosa, Hester harus dibunuh. Saat kejadian, Rosa dan Fleur (masih dalam keadaan tegang karena saingan nih), sama sama lagi praktek otopsi, mereka mau sobek bagian kulit di kaki. Fleur masih ragu dan takut buat melakukan prosedur ini, akhirnya Rosa yang lakuin, Tapi ternyata mayat yang mereka lagi otopsi adalah Hester, dan Hester pake tangan Rosa buat tusuk perutnya sampe mati. Both of them shocked. Fleur menyatakan kesaksiannya kalo Rosa yang bunuh Hester, and apparently the whole senates believe, kecuali Carmen.
    Di sisi lain, ada orang yang berperan penting dalam Ares selain presiden, kayaknya semacam Pembina gitu, yang adalah ayah Carmen, Maurits Zwanenburg. Maurits harus mempersiapkan kanditat presiden selanjutnya, dan Maurits dapat wejangan dari seorang nenek tua yang ada di kamar, buat milih the novice, si Rosa itu, Maurits kemudian mengundang seluruh alumni Ares, ke asrama. Carmen—yang barusan nganterin Rosa ketemu sama ibunya, karena ternyata ibunya Rosa juga bagian dari Ares dan malah pernah tunangan sama Maurits, tapi ibunya Rosa kabur dan jadi stress—bingung, kenapa tiba-tiba ada acara penting, Roderick dan Marije menjelaskan kalo ini ‘panggilan dari atas’. Carmen kemudian melihat namanya di meja tengah, nama ayahnya dan nama Rosa, Carmen marah dan nemuin ayahnya.
    Ketika Carmen lagi nemuin ayahnya, Rosa akhirnya menemukan Jacob di ruang bawah tanah, Jacob yang udah muak sama sikapnya Rosa akhirnya ‘pegang’ kepala Rosa. Unlike any other person, visualisasi yang Jacob lihat malah Rosa justru terikat sama Beal ini, dan disitu Jacob menyimpulkan bahwa Rosa memang harus jadi presiden untuk ‘melepaskan’ Beal. Fleur, Roderick, Marije dan beberapa orang lain kemudian berhasil nangkep Rosa dan mau bunuh Rosa. Fleur one to one sama Rosa, tapi singkatnya Rosa berhasil bunuh Fleur di lobby asrama mereka, dan memuntahkan cairan hitam, di hadapan para alumni dan Maurits sendiri. Jacob pingin menyelamatkan Rosa, tapi dia keburu ditangkep dan Maurits sadar kalo selama ini pelaku pembunuhan Joost, Arnold dan Hester adalah Jacob karena dia membuka ‘portal’ Beal.
    Carmen sebenarnya sudah sejauh melakukan ‘pengorbanan’ untuk jadi presiden, tantangannya adalah dia harus bunuh bayi, tapi Carmen gagal dan asisten Maurits mengatakan bahwa masih ada beberapa laki-laki yang bisa dijadikan kandidat. Tapi tentu aja setelah apa yang Rosa barusan lakukan, Rosa langsung ‘diwejangi’ Maurits dan melaksanakan pelantikannya. Tantangan Rosa adalah membunuh Jacob, awalnya Rosa harus nangis dulu, tapi akhirnya dibunuh juga. Ketika Rosa sampai di ruang persembahan, Rosa bilang dia pingin lihat Beal dengan nyata, akhirnya Maurits bawa Rosa ke ruang bawah tanah dimana ada sumur yang swirling inside, like tornado. Maurits bilang kalau tidak ada Beal, Beal adalah sebuah cerita untuk menakut-nakuti anggota Ares.
    Disini Maurits menceritakan sejarah Ares, dan bagaimana tradisi ini sudah berlangsung lama. Rosa mulai merasa mual, dan mau muntahin cairan serta telur hitamnya, but instead of vomits it, she fell to the well, and rose as Beal. Disini kemudian ada visualisasi budak-budak Afrika yang dirantai di bawah kapal Belanda, selagi awak kapal menaikkan bendera Belanda dengan logo A di tengahnya, I visualized it as upside down VOC logo, tbh. Maurits sadar ini bukan pertanda baik. Ketika Rosa naik ke ruang rapat alumni, lukisan-lukisan lama Belanda flicker in, alumni-alumni juga pada bunuh diri ketika mereka melihat Beal. Rosa kemudian duduk di ruang presiden, dan surprise-surprise, ayahnya datang dan memeluk Rosa tanpa rasa takut. Rosa memeluk ayahnya balik dan seketika dia kembali jadi Rosa bukan Beal lagi.

WHAT IS BEAL?
    I would say, Beal adalah sekumpulan rasa bersalah yang terus menerus hidup dalam hati orang Belanda. Orang-orang dulu terus membawa rasa bersalah ini sampai ke anak cucu mereka yang ada di Ares, padahal alumni-alumni mantan presiden Ares pun juga pasti membawa rasa bersalah mereka sendiri. Ketika Beal yang dibawakan oleh Rosa ini bangkit, mereka sadar bahwa Beal nyata, rasa bersalah mereka selama ini adalah nyata dan akan terkuak nih, semua kelakuan bejat mereka akan terkuak apalagi ketika Beal yang sesungguhnya duduk di kursi presiden, jadi mending mereka bunuh diri aja. Maurits sendiri bunuh diri dengan cara menguliti wajahnya dan menusuk jantungnya sendiri.

OVERVIEW
    I would rate this series 8/10
    Menurutku porsinya udah pas, delapan episode satu season, nggak kurang nggak lebih, alurnya pun pas, enggak terlalu cepet enggak terlalu lambat. However, masih ada beberapa misteri yang belum terpecahkan: siapa the white lady yang ditemui Maurits di dalam ruangan, kenapa dia dikunci didalam ruangan yang ada kacanya, apakah dia berbahaya atau malah menjaga stabilitas Ares? Kenapa ayahnya Rosa tiba-tiba datang ke Ares dan ‘merangkul’ Rosa? Kenapa Rosa terus buka matanya dia dan ‘kembali’ menjadi Rosa ketika peluk ayahnya? But this overalls was so great. I’ve got the rollercoaster feelings and ‘WHAT THE FFF’ feelings throughout the episodes.
Apakah akan ada season kedua? I don’t know, dan dari mereka sendiri juga tidak ada yang mengonfirmasi. Bakalan oke-oke aja kalaupun tidak ada season kedua, karena satu season ini aja pas banget.
Thank you, I’ll see you in another review.

Thursday, May 6, 2021

[series review] BRIDGERTON: Flop Plot, Historically Fantasized

    A lot of people actually hyped this series on social media, katanya bagus banget, and sweet, and yada yada yada. As a person who doesn’t really into romantic story, I cannot relate, tapi film ini didasarkan pada suatu period of time, which the 19th century regency era, London, aku jadi tertarik. I never really watched the trailer or the teaser or whatever that is, aku juga enggak baca-baca fan theory, you know, I don’t have social media jadi aku langsung aja gas. All I know about this series adalah ya cuman ini film tentang regency era di London, aku suka film dan series-series Eropa, especially English. So, here we go. 

    Bridgerton mengambil latar abad 19 regency era di London, sebenernya inti dari cerita ini adalah bagaimana wanita wanita yang sudah pada usianya untuk keluar ke society untuk cari jodoh, dalam hal ini ceritanya si Daphne Bridgerton. Tentu aja untuk jadi the ‘star’ of the season, seseorang harus tampil semaksimal mungkin, secantik mungkin, dengan baju sebagus mungkin agar bisa di approve sama Ratu Charlotte dan jadi diperebutkan pria pria yang juga single, istilahnya ini adalah mating season lah. Daphne punya kakak paling tua, yang jadi kepala keluarga Bridgerton karena bapaknya udah meninggal, namanya Anthony. Masalahnya Anthony ini sangat overprotective sama Daphne, dia yang memutuskan Daphne bisa bergaul sama siapa.
    Anthony jodohin Daphne sama Lord Berbrooke, tapi intinya Daphne ga setuju and she accidentally ran to this second leading character, Simon Hastings. Now, Simon, dateng ke London buat ngurusin kematian bapaknya, ditemenin sama....aku gatau, lupa, relatives nya si Simon sama Lady Danbury, semacam Godmothernya gitu mungkin. Daphne buat sebuah perjanjian sama Simon buat pura-pura mereka PDKT, biar Daphne terlepas dari perjodohannya dan Simon juga enggak digossipin ‘Lady Whistledown’ tentang thirst mothers yang pingin jodohin anak perempuannya sama Simon. But surprise surprise, Simon ternyata temennya Anthony waktu di Oxford, dan Anthony malah gamau Daphne jadi sama Simon. Intinya, ended up Simon juga sama Daphne. 
    To be honest, I don’t like this show, dari episode pertama aja aku udah enggak suka. Dari episode pertama menurutku udah cringe, karena udah keliatan nih siapa the ‘beauty’, of course the Bridgerton family who have handsome sons and beautiful daughters (even they narrate it that way), dan siapa yang ‘least beauty’, of course the Featherington family. This show narrates really cringey basic physical attractions, whoever the finest wins. Mungkin dulu memang begitu sistemnya, cuman disini bener-bener mereka pake aktor dan aktris yang either sangat sangat attractive dan yang tidak attractive. I mean, yes, this show is about another period, tapi ini buat penonton jaman sekarang gitu, I mean, really? Do you have to be that obvious? Sorry, but I just don’t really like that.
    I also did some research orang-orang yang react di youtube dan menyampaikan ‘keresahan’ mereka, bahkan aku juga liat historically accurate/inaccurate nya, sampe kostumnya bahkan yaampun, thank God direvieu sama Raissa BretaƱa, I LOVE HER SO MUCH. There are so many historical inaccuracy yang dikomentarin orang-orang, utamanya tentang events yang terjadi, dan tentang coloured people issues, dan keputusan untuk mengambil tokoh nyata kayak King George dan Queen Charlotte, yang malah beneran jadi MAJOR frickin criticism buat series ini. Memang sih, banyak juga series atau film dengan mengambil latar suatu period of time, yang bahkan lebih flop soal akurasinya. Tapi di kasus Bridgerton ini orang-orang mungkin udah muak sama plot dan the couple, Simon and Daphne, itself, jadi masalahnya numpuk-numpuk gitu. Okay let’s talk about the couple.
    Daphne dan Simon, mereka awalnya cuman mau pura-pura aja mereka suka satu sama lain di depan orang-orang, tapi aslinya mereka roast satu sama lain. Daphne whining kalo Simon arogan karena dia punya ‘title’, dia adalah seorang Duke, dan dia memandang rendah orang-orang lain. Sedangkan Simon memandang Daphne cuman pingin nikah, dan masalah hidupnya cuman satu itu aja, seakan nggak ada hal penting lainnya. Terus, beberapa episodes later, mereka (utamanya Daphne) ternyata ada rasa, Daphne disini terkesan maksa banget, banyak minta sama Simon, harus bawain bunga yang besar, harus ngadain 6 kali dances, bla bla bla, kesannya sangat childish. Padahal ini cuman ‘pura-pura’ dan Daphne melakukan ini semua biar dia lebih deket sama Simon aja.
    Daphne pingin punya cinta dan keluarga yang sempurna seperti orangtuanya, sedangkan Simon sebaliknya. Simon punya trauma karena dia dibuang sama bapaknya karena dia waktu itu gagap, akhirnya diselamatkan sam Lady Danbury, dan Simon berjanji sama bapaknya on his deathbed, Simon enggak bakalan punya keturunan supaya nama Hastings berhenti di dia aja, because he is THAT ashamed. Daphne tidak bisa menerima ini, karena dia terlanjur cinta sama Simon, Simon sebenernya juga berat hati, tapi dia insisted. Daphne malah jadi gaslight Simon, dia nyalahin Simon dan pemikirannya, ketika Simon raises his voice dan mendebat Daphne, Daphne marah, nangis, kesel dan pergi. GIRL U OK?
    Aku mulai sangat-sangat kesel dan nggak suka sama Daphne di episode berapa ya, yang intinya dia udah yakin move on ke seorang Pangeran Prussia, Prince Friedrich, dan Simon akhirnya pergi. Di sebuah pesta (lagi), Daphne merasa dia nggak ada feel sama si Pangeran, dan dia keluar dari pesta itu, Simon ada disana dan ceritanya mau say goodbye sama Daphne, tapi Daphne mau ‘nyakitin’ Simon dengan bilang kalo dia udah move on dan dia bakalan bahagia karena akhirnya dia akan menikah dan menjadi Princess. Simon diem aja karena semua accusation nya Daphne terhadap dia bener, dan DAPHNE KESEL KARENA DIA DIDIEMIN, Daphne akhirnya pergi TAPI JUGA BERHARAP DIKEJAR. Indeed akhirnya Simon ngejar Daphne sampe ke taman di lokasi pesta itu.
    Disini, oh my God, somehow Daphne cium Simon, ketahuan sama Anthony, dan karena Anthony merasa Simon sudah menodai adeknya, Simon ditantang duel sama Anthony. In this scene, Daphne bahkan tidak membela Simon sama sekali, indeed dia membela Simon SETELAH Anthony ngajak duel, dan itupun di rumahnya, bukan di depan Simon, awful. In the other side, sebenernya Anthony memanfaatkan hal ini untuk sesuatu. Kalo Anthony ketembak, mati dia, tapi kalo dia nggak mati dan dia berhasil nembak Simon, dia harus pergi dari London, dan juga sebenernya sambil bawa dan nikah sama Sienna. Di tempat duel, Daphne memberikan ‘solusi’ untuk menghindari duel ini, dengan cara maksa Simon nikah sama dia, padahal udah jelas kalo Simon enggak bisa ngasih Daphne keturunan. TAPI MEREKA NIKAH ANYWAY.
    The very bad and irritating scene adalah ketika mereka udah nikah, they had sex a lot and of course Simon nggak bisa ‘nyelesaiin’ semuanya, dan ini jadi masalah terus menerus buat Daphne, PADAHAL SIMON UDAH BILANG DAN DAPHNE TETEP MAKSA BUAT NIKAH, KARENA SESEORANG (selain Anthony) ADA YANG NGELIAT MEREKA DAN DAPHNE KHAWATIR NAMANYA DAN NAMA BRIDGERTON TERNODAI. Masalah paling f-up yang banyak dikritik orang adalah ketika Daphne sexually assaulted Simon untuk membuat Daphne hamil. Simon bener-bener marah, Daphne makin-makin marah karena Simon ‘ternyata’ nggak berubah juga, keras kepala and bla bla bla. Terus ketika ternyata Daphne enggak berhasil hamil, dia makin marah sama Simon. GIRL U OK? I don’t know, endingnya bereka punya bayi kok.
    Daphne is the real villain, she is indeed innocent pada fakta dimana dia nggak diajarin sama ibunya bagaimana cara ‘punya anak’ padahal dia pingin anak. Daphne memaksa Simon buat masuk ke perjanjian PDKT itu, Daphne yang jatuh cinta, Daphne yang cium Simon, Daphne yang passive aggressive sama Simon, Daphne yang maksa Simon buat nikah, Daphne yang maksa Simon buat dia hamil, and above all, Daphne yang nyalahin Simon. She is literally not innocent, and she is narcissistic too. Daphne bener-bener terlalu bahagia karena dia dibilang ‘flawless dan incomparable’ sama Ratu Charlotte. Simon is too overrated, dia enggak segagah itu kok, dia enggak sekarimatik itu. Karismanya dia di series ini menurut aku bener-bener dipaksain, he is handsome indeed, but not charismatic. Simon terlalu maksain fakta bahwa dia benci sama bapaknya, dengan dia gamau nerusin nama keluarganya, but the fact is that bapaknya udah meninggal anyway, he will not see his kid anyway. 
    Tentang akurasinya sama sejarah, yang juga ada hubungannya sama people of colour, udah banyak video youtube yang menjelaskan itu, so I will put them here. All I know, as history student, tahun 1813 kayaknya belum ada elite society yang ‘menerima’ people of colour, apalagi jadi Duke, dan di INGGRIS, oh my. I’m sure you guys know what happened between British and people of colour, right? And it was NOT because of LOVE. Bisa jadi mungkin casting Bridgerton colour blind, maksudnya mereka nggak melihat racial, siapa aja bisa jadi siapa aja di Bridgerton. This is for me where the MAIN criticisms begin, karena mereka ngambil satu periode sejarah. Walaupun penontonnya adalah orang-orang zaman sekarang yang udah pada ‘open minded’, but this is about history, this is about a society in a certain time and pleace of history. Jadi, mau nggak mau, kamu harus ngikutin periodnya, bukan penontonnya.
    About the plot, oh God, lagi-lagi, tentang akurasi yang dibawa dari periode itu. Bridgerton bener-bener membawa isu masa kini: colour blindness, feminism, Gossip Girl thingy, dan tentang sex orientation. Bridgerton sebenernya gabungan dari Gossip Girl, To All The Boys I’ve Had Loved Before, cuman digambarkan masa lalu aja, this is very wrong for me. Lagi-lagi, ini tentang satu masa dan tempat dalam sejarah, dan sejarah Inggris lagi, how dare you? Aku enggak menghakimi orang-orang yang suka bahkan cinta banget sama series ini. Some of my friends said that they like this show because of the interactions between the Bridgerton siblings and about how all the characters have their own story. She also like the hint of feminism revolutionary thinking, membahwa isu-isu racial dan sex orientation.
    My other friend said that she like the show because of the feminism revolutionary thinking of  Daphne who tried to own their things, dan bagaimana Daphne enggak diajarin sama ibunya tentang sex education. Temen aku juga pointed out bahwa tokoh utama yang membawa isu ini adalah orang yang feminin (Daphne) padahal biasanya wanita-wanita yang membawa tema feminisme itu rather have boyish look. Dia juga suka dimana tokoh-tokoh yang ada di Bridgerton semuanya berkembang dan berevolusi, jadi enggak cuman karakter utamanya aja. I don’t judge, really, it is just preferences. Aku mengambil sisi dari temen-temen aku juga karena aku butuh ‘penyegaran’ of what’s good in this series based on their opinion, and opinions are never wrong.
    Aku pingin banget disclaimer disini bahwa, I don't like the characters, not the actrees or the actors, they did so great, but the storytelling is just terrible.
    My overall ratings would be 4/10
    Thankyou for reading this long narrative about Bridgerton, I’ll review some other series and movies in the future, bye.

[References]

people who read my blog

search here?

Amaranggana Ratih Mradipta. Powered by Blogger.